Selasa, 19 April 2011

Toxoplasma

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran (abortus) pada ibu hamil. Infeksi toksoplasma dapat bersifat tunggal atau dalam kombinasi dengan infeksi lain dari golongan TORSH-KM.
Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing. Cara penularannya pada manusia melalui:
1. Makanan dan sayuran/buah-buahan yang tercemar kotoran hewan berbulu (kucing).
2. Makan daging setengah matang dari binatang yang terinfeksi.
3. Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi toksoplasma.
4. Secara kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila ibu hamil terinfeksi pada bulan-bulan pertama kehamilannya.
Toksoplasma pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, lahir prematur, lahir mati, lahir cacat atau infeksi toksoplasma bawaan. Bilamana ibu hamil terkena infeksi toksoplasma maka risiko terjadinya toksoplasmosis bawaan pada bayi yang dikandungnya berkisar antara 30-40%. Infeksi toksoplasma bawaan ini dapat mengakibatkan anak yang dilahirkan mengalami kerusakan mata, perkapuran otak, dan keterbelakangan mental, namun seringkali gejala ini tidak terlihat pada bayi yang baru lahir (neonatus). Beberapa faktor yang mungkin berperan atas munculnya gejala adalah fungsi plasenta sebagai sawar (barrier), status kekebalan (imunitas) ibu hamil, dan umur kehamilan ketika terjadinya infeksi pada ibu. Makin besar umur kehamilan ketika terjadinya infeksi, makin besar pula kemungkinan terjadinya infeksi toksoplasma bawaan pada janin. Pada pihak lain, makin dini terjadinya infeksi pada janin, makin berat kerusakan (kelainan) yang dapat terjadi pada janin dan makin besar kemungkinan abortus.
Siklus hidup parasit toksoplasma
Toxoplasma gondii tersebar luas di alam pada manusia maupun hewan dan merupakan salah satu penyebab infeksi yang paling sering terjadi pada manusia di seluruh dunia. Parasit ini adalah suatu protozoa yang tergolong Coccidia, dan mempunyai 3 (tiga) bentuk:
1. Ookista (bentuk resisten yang berada di lingkungan luar).
2. Trofozoit (bentuk vegetatif dan proliferatif).
3. Kista (bentuk resisten yang berada di dalam tubuh manusia dan hewan).
Toxoplasma berkembang-biak di usus hewan berbulu khususnya kucing, menghasilkan keluarnya ookista bersama tinja kucing. Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu. Ookista membentuk sporozoit dalam 1 sampai 3 hari dan tetap infektif selama berbulan-bulan sampai setahun di dalam tanah lembab dan panas, yang tidak kena sinar matahari. Tanah yang tercemar kotoran hewan (kucing) menyebabkan infeksi pada tikus dan burung, yang kemudian akan menyebabkan reinfeksi kembali pada kucing. Dengan cara ini daur hidup parasit ini sudah lengkap. Anak-anak juga dapat terinfeksi karena bermain di tanah yang tercemar kotoran kucing. Tanah juga merupakan sumber infeksi untuk herbivora seperti kambing, domba, babi dan ternak. Karena infeksi pada kebanyakan hewan menetap secara menahun, maka daging yang mentah atau setengah matang menjadi sumber infeksi untuk manusia dan hewan karnivora.
Gejala dan wujud klinis toksoplasmosis
Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis.
Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka  penglihatan sen-tralnya akan terganggu.
Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan imunosupresan, dapat timbul  gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati, meningoensefalitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian.
Wujud klinis toksoplasmosis bawaan adalah kelainan neurologis: hidrosefalus, mikrosefalus, kejang, keterlambatan psikomotor, perkapuran (kalsifikasi) abnormal pada foto rontgenkepala. Selain itu tampak pula gangguan penglihatan: mikroftalmi, katarak,  retinokoroiditis; juga gangguan pendengaran, dan kelainan sistemik: hepatosplenomegali, limfadenopati, dan demam yang tidak diketahui sebabnya.
Pemeriksaan
Diagnosis penyakit toksoplasmosis umumnya ditegakkan karena adanya kecenderungan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain adanya riwayat:
· infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan
· memelihara binatang piaraan berbulu, misalnya kucing
Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toksoplasmosis adalah pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai 1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengakifan kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk menyatakan seseorang sudah terinfeksi toksoplasma sangatlah beragam, bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Teguh Wahyu S dkk. (1998), yang menyatakan seorang ibu yang tergolong positif  bilamana titer IgGnya 2.949 IU/mL atau IgM 0.5 IU/mL, sedangkan tergolong negatif bilamana titer IgG < 2.0 IU/mL atau IgM < 0.5 IU/mL.
Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toksoplasma akan menularkan toksoplasma bawaan pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum hamil menunjukkan IgG positif terhadap toksoplasma, berarti ibu tersebut terinfeksi sudah lama, tetapi bukan berarti bahwa 100% bayinya akan bebas dari toksoplasmosis bawaan. Apabila pemeriksaan serologis baru dilakukan pada saat hamil, maka :
a. bila IgG (+) dan IgM (-); dianggap sebagai infeksi lama dan risiko janinnya terinfeksi cukup rendah sehingga ada sebagian pakar yang berpendapat tidak perlu diobati, kecuali jika pasien itu mengidap gangguan kekebalan.
b. bila IgG (+) dan IgM (+); uji perlu diulang lagi 3 minggu kemudian. Bilamana titer IgG tidak meningkat maka dianggap infeksi terjadi sebelum kehamilan dan risiko untuk janinnya cukup rendah, sedangkan jika titer IgG meningkat 4 kali lipat dan IgM tetap positif maka ini berarti bahwa telah terjadi infeksi baru dan  janin sangat berisiko mengalami toksoplasmosis bawaan atau terjadi keguguran.
c. bila IgG (-) dan IgM (-); bukan berarti terbebas dari toksoplasmosis bawaan, justru pada ibu ini pemeriksaan harus diulang setiap 2-3 bulan untuk menasah serokonversi (perubahan negatif menjadi positif).
Bilamana pada ibu hamil ditemukan IgM (+) maka pengobatan sudah pasti harus diberikan dan pemeriksaan ultrasonografi dilakukan berulang kali untuk menentukan adanya kelainan janin.
o ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk menentukan adanya kelainan, misalnya: asites, pembesaran rongga otak (ventrikulomegali) (V/H), pemesaran hati (hepatomegali), perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila pada janin terdapat kelainan maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran (terminasi) kehamilan.
o bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada kehamilan 20-32 minggu untuk pembiakan parasit (inokulasi) pada mencit. Bila inokulasi memberikan hasil positif maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran kehamilan.
o setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap bayi, antara lain: pengambilan darah talipusat ketika bayi baru saja lahir untuk pemeriksaan serologis antibodi janin atau isolasi T. gondiii, pemeriksaan titik-cahaya mata (funduskopi), dan USG atau foto rontgen tengkorak.
Diagnosis toksoplasma bawaan pada bayi lebih sukar ditetapkan karena gejala klinis dari infeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam dan seringkali subklinis (tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena  itu perlu dilakukan juga pemeriksaan serologis pada neonatus, terutama bilamana diketahui ibunya terinfeksi selama kehamilan. Antibodi IgG dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak dapat menembus plasenta. Dengan demikian, apabila pada darah bayi ditemukan antibodi IgG mungkin hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan lambat-laun akan habis. Pada usia 2-3 bulan, bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG sendiri, bilamana bayi terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan mulai meningkat lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya habis. Tetapi jika ditemukan antibodi IgM, maka ini menunjukkan infeksi nyata pada bayi (toksoplasmosis bawaan).
Pengobatan
Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan reaksi imun tubuh yang memadai (adekuat). Penderita toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan, kecuali ada gejala-gejala yang berat atau berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian.
Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk  kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu.
Pada bayi yang menderita toksoplasma bawaan baik bergejala atau tidak, sebaiknya diberikan pengobatan untuk menghindari kelainan lanjutan. Obat-obatan yang digunakan adalah:
o Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama 2-6 bulan, dikikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali seminggu, ditambah
o Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam dua dosis, ditambah lagi
o Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi:
o Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling setiap bulan dengan pirimetamin,
o Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikan korioreti-nitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untuk menentukan apakah pengobatan masih perlu diteruskan
Sebagai strategi baru untuk menanggulangi masalah infeksi toksoplasma yang bersifat persisten ini, digunakan kombinasi imunoterapi dan pengobatan zat antimikroba. Cacat imunologi seluler diobati dengan imunomodulator (Isoprinosine atau levamisol), sedangkan infeksinya dikendalikan dengan pemberian spiramisin. Kombinasi pnegobatan ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan bagi penderita dengan meningkatkan reaksi imunologik selulernya dan sekaligus mengendalikan infeksi toksoplasmanya.

Dampak umur dalam kesuburan wanita

Pada umumnya, usia dan kesuburan saling terkait secara terbalik, dan penuaan dari sistem reproduksi memainkan peranan penting dalam ketidaksuburan perempuan.
Potensi turunnya kesuburan yang paling cepat terjadi di usia 35, data ini ditemukan dan sudah dikonfirmasi oleh Amerika Nasional Biro Statistik Kesehatan dalam studi yang dilakukan antara tahun 1965 dan 1988. Studi ini menggunakan batas 12 bulan sebagai definisi ketidaksuburan, dan semua hasil menunjukkan bahwa dengan usia lebih dari 35 tahun, satu dari tiga perempuan akan mendapatkan kesulitan kehamilan karena masalah kesuburan. Wanita yang berumur lebih dari 35th tahun, fungsi reproduksinya akan mengalami penurunan.
Dalam 10 hingga 15 tahun sebelum putus haid (menopause), terdapat percepatan yang bertahap yang menyebabkan kehilangan follicular yang berhubungan dengan terjadinya peningkatan dalam follicle stimulating hormone (FSH). Perubahan ini mencerminkan adanya penurunan kualitas dan kemampuan penuaan follicles. Pada waktu yang sama dengan adanya perubahan yang sedang berlangsung saat itu, sebuah perubahan besar dalam siklus haid juga terjadi. Sementara siklus haid dapat tetap biasa pada tahun-tahun sebelum menopause, pengurangan dari siklus panjang terjadi karena tahap follicular menjadi lebih singkat. Siklus yang menjadi pendek ini, ditandai dengan penurunan siklus rata-rata 3 sampai 4 hari dibandingkan dengan sebuah siklus panjang wanita di akhir usia 20-an. Hal ini menunjukkan perkiraan telah terjadinya penurunan kesuburan.
Dampak umur pada kualitas telur
Penurunan kesuburan ini juga mempengaruhi penurunan jumlah telur sehat dalam perempuan. Seorang wanita dilahirkan dengan semua telur yang dia akan pernah miliki – berjumlah sekitar 400.000. Setiap bulan, saat dia masih dapat bereproduksi, biasanya hanya satu telur yang matang. Proses terjadi nya Ovulasi berkontribusi terhadap penurunan jumlah telur, namun sebagian besar telur secara perlahan diserap oleh tubuh. Sebagian besar perempuan akan memiliki pasokan telur yang rusak sejak mereka lahir pada lima atau enam dekade ini.
Kegagalan Ovarian terjadi ketika follicles seorang perempuan dan telur menjadi dan dapat disebabkan juga apabila produksi dari hormon oestrogen dan progesterone berhenti.
Hal lain yang berkaitan dengan faktor usia
Faktor-faktor lain juga dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada perempuan yang lebih tua. Diantaranya:
Frekuensi hubungan, dengan semakin bertambahnya usia mungkin kuantitas hubungan akan berkurang juga lamanya berhubungan; ovulation yang tidak biasa, yang terjadi karena tingkat hormon perempuan yang berubah karena umur; dan kekurangan fase luteal, yang terjadi karena terlalu sedikit progesterone yang dihasilkan untuk menjaga kandungan uterine yang akan digunakan untuk menanamkan telur.
Secara keseluruhan, umur (dalam sistem reproduksi perempuan) berhubungan kepada berbagai bahaya psikologi, seperti :
* Aborsi Spontan (spontaneous abortion): risiko akan meningkat pada perempuan yang berusia lebih dari 40.
* Eksposur untuk penyakit yang dapat mempengaruhi sistem reproduksi: termasuk endometriosis dan penyakit seksual seperti penyakit pelvic inflammatory.
* Ectopic kehamilan (Ectopic pregnancy): selain perempuan antara usia 15 dan 19, pada perempuan yang berumur 40 tahun atau lebih memiliki kasus kematian yang berhubungan dengan kehamilan ectopic.
* Tingkat Kematian: walaupun tidak tinggi, risiko kematian terkait dengan kehamilan dan persalinan pada usia tua

Why Fertility Matters?

Ketika usia pernikahanku sudah melewati 1 tahun dan belum mempunyai keturunan, aku menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku atau suamiku. Untuk itu aku mencoba untuk mencari informasi megenai hal-hal yang berhubungan dengan fertilitas di internet sejalan dengan pengobatan yang aku lakukan di klinik fertilitas. Tetapi aku tidak puas dengan jawaban-jawaban yang kutemukan di dunia maya itu. Salah satu contohnya adalah ketika aku menemukan informasi tentang toxoplasma, maka hanya informasi mengenai itu yang tertulis. Untuk mencari informasi yang lain yang terkait dengan kasus yang berbeda maka aku harus browsing lagi ke address web yang lain.
Untuk itulah aku mencoba mengumpulkan informasi-informasi tersebut ke dalam satu blog, agar teman-teman yang memiliki masalah yang sama denganku akan lebih mudah mendapatkan informasi tersebut.
Aku menikah pada bulan July 2005, sampai saat ini berbagai pengobatan atau terapi sudah kujalani. Berikut sejarahnya:
1. RS. Bunda, (Dr. Wahyu Hadisaputro SpOG) January tahun 2006
- Diberikan obat penyubur selama 3 bulan, karena menurut dokter usia pernikahan masih muda, padahal usiaku saat itu sudah 33 tahun.
- Akhirnya aku berhenti berobat di RS Bunda, karena tindakan yang dilakukan oleh dokter hanya hidroturbasi, sementara berat badanku semakin bertambah karena obat penyubur yang aku minum.
2. RSIA Hermina Jatinegara, (Dr. Indra Anwar SpOG) Desember 2007
- Pada kedatangan yang kedua kali, kami sudah disarankan untuk melakukan inseminasi buatan. Menurut kami masih terlalu dini untuk hal tsb, karena dokter belum menganalisa apapun, termasuk darah, sperma, sel telur, dinding rahim, saluran tuba, dan lain-lain nya.
- Akhirnya aku tidak meneruskan saran dari Dr. Indra, karena dengan biaya inseminasi yang besar tetapi kemungkinan untuk dapat hamil masih kecil sekali persentasi nya karena belumada analisa yang mendalam.
3. Klinik Fertilitas Sam Marie, (Prof. Dr. T.Z Jacoeb, SpOG-KFER) Maret 2008
- Di klinik ini aku cukup puas karena analisa dokter diawali dengan secara terstruktur. Dimulai dari test darah sampai fisik dari pasangan suami istri. Satu hal lagi yang membuat aku menyukai klinik ini adalah karena dokter yakin bahwa aku masih bisa hamil dengan alami.
- Sampai saat ini aku masih terapi di klinik ini.Berikut adalah hal-hal yang sudah kulakukan:
  1. Test pada darah dengan hasil sbb:
- Endokrinologi
i. Prolaktin = 30.99 (normal)
ii. Testosteron = 20.00 (normal)
iii. Estradiol = 205.93
Follicular Phase, 18-147; Pre ovulatory Peak, 93-575; Luteal Phase 43-214; Menopause, < 58
iv. Progesteron = 16.72
Menopause <0.41; Ovulation 0.25–6.22; Follicular Phase 0.25–0.54; Luteal Phase 1.50–20.00
- Imunologi & Serologi
  • Toxoplasma IGG = 38.00
  • Toxoplasma IGM = 0.247
  • Rubella IGG = 134.10
  • Rubella IGM = 0.166
  • CMV IGG = < 4
  • CMV IGM = 0.05
  • ANTI HSV 1 IGG = 2.26
  • ANTI HSV 1 IGM = 0.28
  • ANTI HSV 2 IGG = 0.15
  • ANTI HSV 2 IGM = 0.50
  • CHLAMYDIA IGG = 18.46
  • CHLAMYDIA IGM = 1.54
- Dengan hasil test darah seperti pada poin no 1, maka aku diberikan obat untuk memperbaiki hasil test TORCH ku yang positif, dimana obat tersebut harus aku konsumsi selama 3 bulan berturut-turut. (nama obat: Isprinol Methisoprinol, Viadoxin, Herclov, SP)
1. Pemeriksaan HSG dengan bahan kontras lopamiro dengn hasil sebagai berikut:
- Uterus : besar dan bentuk normal, tak tampak fillinf defect ataupun additional shadow
- Tuba : Kedua tuba terisi kontras, caliber normal, spill sign positif
- Kesimpulan : HSG Normal, kedua tuba patent
2. Pemeriksaan Histopatologik dengan melakukan mikrokuretasi
- Makroskopik : jaringan sangat sedikit, semua cetak.
- Mikroskopik : sediaan mikrokuret terdiri atas jaringan endometrium dengan stroma sembab dan kelenjar berkeluk-bersekresi sebagian ada yang melebar.
- Kesimpulan : di dalam siklus ini sudah terjadi ovulasi (sesuai dengan “midsecretory phase” hari ke5-9 post ovulasi). Pengaruh progesterone cukup.
3. Uji ISOJIMA dengan menggunakan bahan (sample) serum darah istri. Ditujukan untuk nilai adanya factor penghambat gerak spermatozoa suami dalam bahan. Nilai ini dinyatakan dalan SIV (sperm immobilisatio value).HASIL
SIV = 1.70
Keterangan : (Negatif = SIV < 1.00; Positif = SIV > 1.20

4. Uji KIBRIK dengan menggunakan bahan (sample) serum darah istri. Ditujukan untuk menilai adanya faktor penggumpalan (aglutinasi) kepala-kepala/ekor-ekor spermatozoa suami di dalam bahan. Nilai ini ditetapkan dengan pengenceran sbb :
Pengenceran
Hasil
Nilai normal
1:4
+
Positif
1:8
+
Positif
1:16
+
Positif
1:32
+
Positif
1:64
+
Positif
1:128
+
Negatif
1:256
+
Negatif
1:512
+
Negatif
1:1024
+
Negatif
1:2048
+
Negatif
1:4096
+
Negatif
1:8192
-
Negatif
1:16384
-
Negatif
1:32788
-
Negatif
1: 65576
-
Negatif
1:131152
-
Negatif
1:262304
-
Negatif
- Dari hasil Uji KIBRIK ini aku dinyatakan memiliki masalah karena antibodi ku yang tinggi. Normalnya pengenceran 1:64, tetapi hail uji kibrik menunjukkan 1:4096 oleh karena itu aku di rujuk untuk melakukan terapi imunologi Paternal Leucosyt Immunization (PLI). Satu paket terapi terdiri dari 3 kali tindakan PLI, dengan jarak 3 minggu antara satu tindakan ke tindakan yang lain. Setelah aku menjalankan satu paket terapi (3 kali tindakan PLI) maka aku diharuskan untuk melakukan test ulang uji KIBRIK dan melihat apakah sudah mencapai pengenceran 1:64 (normal). Apabila belum, maka dilakukan kembali terapi tersebut, sampai hasilnya normal. Biaya untuk satu kali tindakan PLI adalah kurang lebih Rp.875.000,-. Sehingga satu paket PLI biayanya sekitar Rp. 2,6 jt
- Pembahasan mengenai PLI sudah kucatat pada bagian lain di blog ini.
Saat ini aku sudah melakukan dua kali tindakan PLI, yang ketiga kali akan kulakukan pada tanggal 3 December 2008. Semoga.

Inseminasi intrauterin buatan suami

Inseminasi intrauterin buatan suami adalah tindakan penaburan spermatozoa suami yang sudah terpilih dan tersaring melalui proses di laboratorium, ke dalam rongga rahim istri, di daerah dekat dengan mulut saluran telur.
Spermatozoa dimasukkan dengan bantuan alat khusus melalui vagina, kanal serviks dan menuju ke dalam rongga rahim. Spermatozoa tersebut diharapkan akan menerobos masuk ke dalam saluran telur, kemudian bertemu sel telur matang yang telah menunggu di bagian saluran telur yang melebar (ampula) atau cairan rongga perut (peritoneum). Pembuahan terjadi dalam saluran telur istri atau di dalam cairan peritoneal, kemudian setelah 5-7 hari hasil pembuahan (embrio) tersebut menuju ke rahim untuk menyusuk (implantasi) pada selaput lendir rahim (endometrium). Proses selanjutnya berjalan seperti kehamilan biasa.
Lama tindakan
Tindakan inseminasi membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit jam, kemudian berbaring di tempat tidur selama + 1 jam. Tindakan ini  tidak memerlukan rawat-inap.
Aturan persiapan untuk pasien
1.    Untuk istri yang ovulasinya tidak teratur atau pada siklus normal yang waktu ovulasinya perlu diatur akan dilakukan pemicuan ovulasi dengan pemberian obat.
2.    Perkembangan kantong telur (folikel) akan dipantau dengan USG transvaginal, hingga mencapai ukuran sekurang-kurangnya 18 mm (hingga 26 mm).
3.    Bila telah ditemukan satu atau lebih folikel > 18 mm, istri diberi suntikan hCG-b untuk membantu pemecahan kantong telur dan terjadinya ovulasi.
4.    Sehari hCG- (antara 24-36 jam) setelah penyuntikan b, tindakan inseminasi akan dilakukan.
5.    Pada hari yang dijadwalkan, suami diminta untuk mengumpulkan bahan sperma, (dan apabila perlu istri akan diambil darahnya), kemudian bahan sperma akan diproses di Laboratorium Andrologi untuk meningkatkan mutu spermatozoa.
6.    Setelah Laboratorium Andrologi selesai menyiapkan spermatozoa suami, tindakan inseminasi dapat dilakukan.
7.    Setelah tindakan selesai, pasien tetap berbaring di tempat tidur dengan posisi bagian pantat lebih ditinggikan (selama + 1 jam), kemudian pasien boleh pulang.

Endometriosis

Endometriosis merupakan penyakit yang berhubungan dengan alat kandungan wanita, yang dipengaruhi oleh hormon seks, khususnya hormon estrogen. Penyakit ini dapat menyerang setiap wanita pada usia reproduksi baik yang sudah maupun yang belum menikah, kekerapannya diperkirakan sekitar 1-10%. Sebagian dari mereka menjalani penyakitnya tanpa gejala, sedangkan sebagian lagi menderita rasa nyeri hebat ketika  haid (dismenorea), gangguan perdarahan dari rahim dan gangguan kesuburan (subfertilitas dan infertilitas).
Endometriosis juga dianggap sebagai penyakit wanita karier. Terutama dengan adanya kecenderungan masa kini, banyak wanita yang mendahulukan karier dan menunda masa pernikahan dan kehamilannya. Pendapat tersebut berdasarkan teori bahwa sistem hormon wanita dipersiapkan untuk proses melahirkan anak pada masa reproduksi, sehingga wanita yang menunda kehamilan sampai diujung masa reproduksinya (umur 30-an) menampilkan risiko lebih besar untuk mengalami ketidakseimbangan hormon terutama estrogen. Atas fakta ini, sebagian dokter menganggap kehamilan sebagai salah satu pilihan pengobatan bagi endometriosis. Ini terlihat bahwa 50% dari penderita endometriosis yang mencapai kehamilan ini gejala-gejala endometriosisnya hilang, tetapi pada 50% lagi mengalami kekambuhan setelah melahirkan.
Apa yang dimaksud dengan endometriosis ?
Endometriosis adalah jaringan mirip selaput bagian dalam dinding rahim (endometrium) yang tumbuh di luar rahim, di tempat tertentu dan tubuh wanita. Jaringan ini tumbuh dan menempel atau disebut susukan (implant) pada tempat-tempat seperti di indung telur (ovarium), saluran telur (tuba Falloppii), dinding rahim bagian luar, usus besar, kandungan kemih dan daerah sekitarnya. Atau bahkan di tempat yang lebih jauh dari perut seperti mata dan paru, meski hal ini jarang sekali terjadi.
Pertumbuhan dan reaksi jaringan endometriosis ini mirip sekali dengan pertumbuhan jaringan pada selaput bagian dalam rahim (endometrium). Setiap bulan indung telur mengeluarkan hormon estrogen yang merangsang pertumbuhan endometrium memper-siapkan lapisan permukaan dalam dinding rahim (endometrium) menebal dan merenggang (sekresi) untuk bersiap sebagai tempat telur yang telah dibuahi berkembang menjadi embrio. Apabila sel telur tidak dibuahi, lapisan endometrium ini akan melepaskan diri dan luruh pada saat haid.
Begitu juga yang terjadi pada endometriosis, mulanya menebal bersamaan dengan meningkatnya kadar estrogen, dan ketika kadarnya menurun, selaput itu luruh sehingga berdarah. Perdarahan ini menyebabkan pembengkakan dan iritasi pada daerah sekitar-nya, sehingga akan membentuk jaringan parut atau perlekatan. Perlekatan yang luas akan berakibat pada penempelan organ tubuh satu sama lain misalnya indung telur dengan usus kecil (intestinum), yang menyebabkan nyeri yang hebat.
Bilamana kadar estrogen menurun, misalnya karena pengobatan atau karena alami seperti menopause, keluhan pada endometriosis akan mereda atau bahkan menghilang. Semasa kehamilan, gejala dan keluhan juga dapat berkurang, karena pertumbuhan endometrium dan haid berhenti. Namun demikian, gejala itu hanya sementara saja reda, karena beberapa bulan setelah melahirkan atau persalinan, paling sedikit 50% dari gejala itu akan muncul kembali.
Apakah penyebab endometriosis?
Hingga kini penyebab endometriosis secara pasti belum diketahui. Beberapa pendapat telah dikemukakan, salah satu diantaranya menyatakan bahwa ketika haid serpihan endometrium, ada yang membalik masuk ke dalam saluran telur dan terus masuk ke dalam rongga panggul, kemudian menjadi penyerang (agresor) bagi selaput lendir perut (peritoneum) untuk berubah perangai dan bentuk menjadi tetumbuhan (seperti benalu) yang dapat menyusuk (implant) pada indung telur dan daerah sekitarnya. Proses ini dapat terus tumbuh berkembang. Pendapat lainnya adalah bahwa jaringan endometrium itu berpindah melalui pembuluh darah menuju ke berbagai tempat atau organ tubuh dan kemudian melekat dan bertumbuh. Selain itu diduga pula ada faktor bawaan (herediter) atau keturunan dalam keluarga untuk berbakat mempunyai komponen sel yang menjadi endometriosis tetapi ini tidak ada hubungannya dengan kanker (tumor ganas).
Apa saja gejala endometriosis?
Kadangkala endometriosis sama sekali tidak bergejala. Namun lebih sering memberikan gejala nyeri yang sangat beragam pada masa haid (dismenorea), karena ketika pelepa-san endometriosis, terjadi perdarahan dan peradangan pada daerah sekitarya. Gejala tambahan seringkali berupa kejang-otot (kram) rahim pada masa haid yang makin berat. Selain itu dapat pula timbul nyeri berkemih (disuria), nyeri sanggama (dispareunia), nyeri buang air besar (diskezia), nyeri pertengahan siklus haid (Mittelschmerz), dan nyeri selama ovulasi (pelepasan sel telur).
Dampak lain yang sering ditemukan pada pengidap endometriosis adalah gangguan kesuburan sehingga sukar hamil (infertil). Ini dialami oleh sekitar 30-40% wanita atau dua kali kejadian pada populasi umum. Pada kelompok wanita infertil yang memeriksakan diri ke spesialis ternyata hampir 93% mengidap endometriosis.
Bagaimana menentukan adanya endometriosis?
Diagnosis endometriosis tidak selalu mudah. Penentuan yang paling tepat adalah dengan melakukan pemeriksaan endodkopi rongga perut, yang lebih dikenal sebagai laparoskopi, yaitu suatu pemeriksaan dengan menggunakan alat teleskop (teropong) yang dimasukkan ke dalam rongga perut dan rongga panggul (pelvis) melalui suatu pembedahan kecil di daerah pusar (umbilikus).
Apa pilihan pengobatannya?
Sementara ini belum ada pilihan pengobatan yang pasti untuk menyembuhkan endometriosis. Sejumlah obat yang tersedia dewasa ini baru mampu mengendalikan gejala endometriosis, menekannya serendah mungkin dan memberikan kesembuhan sementara.
Pilihan pengobatan yang tepat akan tergantung pada umur, derajat dan luasnya penyakit, serta faktor keinginan mempunyai anak.
1. Simtomatik (hanya menghilangkan gejala penyakit)
Jika gejala penyakit endometriosis tidak terlalu berat, mungkin gabungan obat anti-nyeri seperti aspirin, parasetamol, atau/dan obat anti-radang seperti ibuprofen cukup menolong dalam mengurangi nyeri dan kejang otot rahim ketika haid. Namun obat-obat itu tidak menyembuhkan endometriosis, melainkan hanya mengurangi penderitaan sementara waktu.
2. Pengobatan hormonal
Dengan pemberian hormon, haid akan berhenti, sehingga mirip masa kehamilan atau menopause. Artinya, keadaan ini mirip peristiwa alami. Dengan berhentinya haid, maka gejala akibat endometriosis pun akan berkurang.
a. Progesteron. Obat progesteron sintetik yang diberikan akan bekerja seperti hormon progesteron wanita. Pada dosis tinggi, hormon ini akan menghambat pelepasan sel telur dan membuat tubuh ‘percaya’ seolah telah terjadi suatu kehamilan. Akibatnya haid berhenti, dinding rahim menipis dan  proses pertumbuhan endometriosis berhenti. Contoh obat yang mengandung progesteron adalah noretisteron dan medroksiprogesteron asetat (MPA). Pengaruh sampingannya adalah sindrom prahaid, seperti retensi air dan perubahan emosi (mood swing). Sebenarnya pengaruh sampingan yang lebih sering terjadi adalah perdarahan di luar masa haid, bertambahnya berat badan dan perut kembung.
b. Kontrasepsi oral (pil KB). Terkadang pil kontrasepsi dipakai pula untuk mengobati nyeri pada penderita endometriosis. Obat ini harus dipakai terus-menerus untuk beberapa bulan. Selama itu haid akan berhenti. Tetapi kontrasepsi oral tidak dapat digunakan pada semua wanita, karena bergantung pada kondisi kesehatan dan gaya hidupnya.
c. Danazol. Obat ini mengandung hormon androgen yang mirip dengan testosteron pada pria. Khasiatnya adalah menurunkan kadar estrogen sehingga timbul keadaan mirip menopause. Karena untuk tumbuhnya jaringan endometriosis dipengaruhi oleh estrogen maka akibatnya adalah endometriosis akan berhenti tumbuh jika kadar estrogen menurun.  Pengaruh sampingan obat ini adalah timbul jerawat dan kulit berminyak, gejolak panas diseluruh tubuh, retensi cairan dan berat badan bertambah. Umumnya terjadi pertumbuhan rambut abnormal pada daerah yang tidak semestinya dan suara memberat seperti pria. Pengaruh sampingan ini akan hilang sendiri bila pengobatan dihentikan. Danazol biasanya diberikan selama 2-9 bulan. Obat lain adalah Gestrinon yang cara kerjanya dan pengaruh sampingnya mirip danazol. Biasanya dipakai dua kali dalam seminggu.
d. Agonis GnRH. Obat ini merupakan jenis hormon yang relatif baru dipergunakan untuk pengobatan endometriosis. Dasar kerjanya meniru hormon otak yang mengendalikan pelepasan hormon estrogen secara beraturan. Pengaruh obat ini terhadap fungsi tubuh adalah membuat keadaan mirip menopause akibat penurunan estrogen, dan sebagian membuat jaringan endometrium mati. Agonis GnRH diberikan dengan berbagai cara :
§ Penyemprotan melalui lubang hidung (nasal spray) yang harus disemprotkan beberapa kali dalam sehari. Dengan cara ini yang penting adalah tidak terjadinya kelebihan dosis.
§ Obat lain yang masih segolongan adalah yang diberikan dalam bentuk suntikan depot bulanan. Contohnya, adalah small biodegradable pellet yang diletakkan di bawah kulit dan bekerja melepaskan obat yang terkandung di dalamnya secara teratur selama empat minggu (28 hari).
Pengobatan biasanya selesai kurang lebih dalam 6 bulan. Agonis GnRH juga menyebabkan pengaruh sampingan, mirip menopause. Gejalanya adalah gejolak panas, vagina kering dan perubahan emosi. Selain itu dapat terjadi kehilangan kalsium tulang dalam jumlah kecil, yang pulih setelah pengobatan dihentikan.
e. Penghambat aromatase (aromatase inhibitor). Obat ini merupakan gene-rasi terbaru dari jenis obat anti-endometriosis. Pemakaiannya didasarkan pada temuan terkini, bahwa endometriosis ternyata merupakan proses di dalam sel abnormal yang dapat berdiri sendiri atas kerja enzim atomatase. Oleh karena sifat proses tersebut, dapatlah diterangkan sekarang mengapa endometriosis juga sering ditemukan pada wanita meski sudah mengalami menopause. Keuntungan obat ini adalah proses endometriosis dapat ditekan tanpa mengganggu proses pekembangan folikel di indung telur. Itulah mengapa selama pemberian obat ini, dapat terjadi kehamilan. Begitu diketahui hamil, obat ini harus segera dihentikan. Pemberian obat ini dapat dilakukan selama 6 bulan berturut-turut.
3. Pembedahan
Selain dengan obat, pembedahan juga merupakan pilihan lain untuk pengobatan endo-metriosis. Ada dua macam pembedahan yaitu:
a. pembedahan konservatif
b. pembedahan radikal.
Pada pembedahan konservatif, dilakukan hanya pengangkatan atau penghancuran jaringan endometriosis yang terlihat saja. Pembedahan ini dapat dilakukan secara laparoskopi operatif. Dengan bantuan alat-alat yang sangat kecil, melalui teropong, jaringan endometriosis dapat diangkat atau dihancurkan. Kadangkala digunakan sinar laser. Dibandingkan dengan operasi besar (laparotomi) maka laparoskopi operatif ini lebih kecil risikonya karena sayatan pada dinding perut dibuat sangat kecil, sehingga rongga perut tidak terlihat ke luar.
Pada pembedahan radikal, selain pengangkatan jaringan endometriosis, diangkat pula satu atau lebih organ reproduksi lainnya termasuk rahim. Tindakan ini terkadang diperlukan pada kasus endometriosis yang sangat sukar diatasi, terutama pada wanita yang sudah tidak ingin lagi mempunyai anak. Akibat pembedahan radikal ini, sudah tentu wanita tersebut tidak akan mengalami haid lagi.
Namun kini lebih banyak wanita, jika mungkin, memilih mempertahankan indung telurnya dan meminta rahimnya saja yang diangkat. Tetapi sebenarnya indung telur itu adalah penghasil estrogen yang membuat jaringan endometrium dan endometriosis bertumbuh. Oleh karena itu pengangkatan indung telur tersebut tetap perlu dipikirkan. Apabila diangkat maka biasanya hormon estrogen peng-ganti masih perlu di berikan yang dikenal sebagai sulih hormon. Ini penting untuk mengendalikan gejala awal pramenopause akibat hilangnya indung telur. Sayangnya, sulih hormon ini dapat juga menyebabkan jaringan endometriosis kembali tumbuh sehingga mungkin sulih hormon akan dilakukan setelah jaringan tersebut dianggap mati.

masa subur

Kesuburan pada wanita

Pada wanita, kesuburan berarti kemampuan untuk menjadi hamil dan melahirkan bayi. Masa reproductive wanita diawali ketika dia mulai mengalami siklus haid pada masa puber (sekitar umur 13 tahun). Kemampuan untuk memiliki anak biasanya berakhir pada usia sekitar 45 tahun, namun masih ada potensi untuk hamil juga pada seorang wanita sampai dengan akhir periode mati haid (sekitar umur 51 tahun).

Seorang bayi perempuan sejak lahir sudah memiliki sekitar 400.000 telur yang belum dewasa (oocytes). Telur-telur ini dismpan di dalam ovaries pada kantung kecil yang disebut follicles. Pada saat dia memasuki tahun reproduksi, maka ia mulai memiliki siklus haid bulanan. Selama satu siklus, indung telur akan merilis satu telur (atau, lebih umum, lebih dari satu), yang dapat bergerak untuk bergabung dengan sel sperma laki-laki dan memulai kehamilan.
Pengembangan dan pergerakan telur tergantung dan mengikuti keseimbangan hormon: yaitu suatu ikatan kimia yang memampukan organ tubuh tertentu untuk melakukan pekerjaan. Beberapa dari hormon ini diproduksi di ovaries. Ada juga yang datang dari dua kelenjar di otak, yaitu hypothalamus dan kelenjar di bawah otak.
Kesuburan pada pria

Pada laki-laki, kesuburan berarti kemampuan untuk membuat seorang wanita hamil. Untuk melakukan hal ini, sistem reproduksi pria dibutuhkan untuk dapat memproduksi dan menyimpan sperma. Selain itu, diperlukan juga kemampuan untuk mengeluarkan sperma ke luar tubuhnya, sehingga dapat memasuki system reproduksi wanita.

Organ yang memproduksi sperma disebut testis. Biasanya seorang laki-laki memiliki dua buah testis, yang terletak di kantong (scrotum), kantong kulit itu bergantung di belakang penis. Di dalam setiap testis berisi banyak organ kecil yang disebut seminiferous tubules (semen). Disinilah sperma berkembang.
Tidak seperti seorang wanita, yang lahir dengan semua telur yang akan dia miliki sepanjang hidupnya, pria menghasilkan sperma yang baru terus-menerus. Setelah pria melewati masa remaja, maka stok spermanya akan refresh setiap 72 hari.
Ketidak suburan (Infertility) adalah kegagalan atau tidak adanya kapasitas untuk terjadinya pembuahan yang selanjutnya akan memproduksi keturunan. Istilah ini tidak berarti sama dengan ketidakmampuan mempunyai anak atau kemandulan (Sterility). Jadi jangan sampai tertukar istilah ketidaksuburan (Infertility) dengan kemandulan (Sterility).

The Language of Fertility (bahasa dalam kesuburan)
* Fertilisation: kontak antara sperma dan telur, terkemuka untuk serikat mereka.
* Conception: awal mulanya kehamilan.
* Kehamilan: kondisi berkembangnya embrio atau foetus pada reproduksi wanita perempuan setelah terjadi penggabungan antara sel telur dan sperma.

Gangguan pada sistem reproduksi perempuan


Gangguan dari system reproduksi (organ seks) perempuan jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan system reproduksi laki-laki. Gangguan ini terutama disebabkan oleh infeksi atau kondisi yang menyebabkan radang. Karena anatomi perempuan lebih rentan dari laki-laki.
Female sex organ (organ seks perempuan)

Vulva and Vagina
Infeksi sangat umum terjadi pada vulva dan vagina. Keduanya sering terinfeksi oleh jamur atau parasit, tetapi bukan terinfeksi oleh bakteri, karena sebagian besar bakteri tidak dapat bertahan di asam sekresi vagina. Bakteri mungkin dapat menularkan vagina jika pH meningkat sehingga vagina menjadi kurang asam.
Penyakit seksual atau sexually transmitted diseases (STDs), seperti gonore (gonorrhoea), dapat menyebabkan ketidaksuburan. Gonorrhoea adalah infeksi bakteri vagina, yang dapat menyebar ke rahim dan saluran telur ke kandungan rahim. Penyakit seksual lain disebabkan oleh klamidia (Chlamydia), bakteri yang sangat kecil yang mirip dengan virus. Inilah yang semakin diakui sebagai penyebab penting terjadinya ‘non-spesifik urethritis’ (NSU), yang dapat mengakibatkan rusaknya Vagina. Sifilis (Syphilis) adalah penyakit serius, meskipun jarang terjadi, penyakit seksual yang disebabkan oleh bakteri bisa berkembang ke janin. Tanpa diobati sipilis menyebabkan ketidaksuburan dan akhirnya fatal. Virus Herpes dapat menularkan virus yang menyebabkan rusaknya alat kelamin.
Kanker pada mulut rahim ditengarai menyebabkan sekitar 5% dari penyakit seksual yang berhubungan dengan ginekologi kanker. Ini biasanya dimulai pada usia tua sebagai gumpalan atau benjolan kecil. Kanker pada vagina adalah penyakit yang langka.
Cervix
Pada umumnya gangguan terjadi pada cervix yaitu pada selaput lendir dari internal leher rahim (endocervix) dan dari permukaan luar (ectocervix). Karena lendir endocervix ini dapat menyebabkan vagina tidak berfungsi dengan baik; kondisi ini dapat diobati melalui operasi dengan laser atau operasi electrocoagulation.
Kanker mulut rahim adalah salah satu penyakit yang paling umum yang menimpa perempuan. Walaupun mudah terdeteksi dalam tahap awal dengan melakukan cervical smear (Pap Smear), tetapi penyakit ini masih menjadi penyebab kematian yang signifikan. Metode screening ginekologi yang digunakan melalui Pap Smear ini, dicetuskan oleh Georgios Papanikolaou, yaitu untuk menemukan proses-proses premalignant dan malignant di ectocervix, dan infeksi dalam endocervix dan endometrium. Pap smear digunakan untuk mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human papilloma virus atau HPV. Sel cervix diperoleh dengan bantuan sebuah spatula yang terbuat dari kayu atau plastik (yang dioleskan bagian luar cervix) dan sebuah sikat kecil (yang dimasukkan ke dalam saluran servikal).
Uterus
Rahim atau uterus adalah organ reproduksi pada perempuan yang utama. Salah satu ujungnya adalah cervix, membuka ke dalam vagina, dan ujung satunya yang lebih luas, yang dianggap badan rahim, disambung di kedua pihak dengan tube falopi (saluran telur). Rahim kebanyakan terdiri dari otot. Lapisan permanen jaringan itu yang paling dalam disebut endometrium. Pada kebanyakan mamalia, termasuk manusia, endometrium membuat lapisan pada waktu-waktu tertentu yang, jika tak ada kehamilan terjadi, dilepaskan atau menyerap kembali.
Lepasnya lapisan endometrial pada manusia disebabkan oleh menstruasi sepanjang tahun-tahun subur seorang wanita. Fungsi utama rahim adalah menerima pembuahan ovum yang tertanam ke dalam endometrium, dan berasal makanan dari pembuluh darah yang berkembang secara khusus untuk maksud ini.
Infeksi pada rahim (endometritis) pada umumnya tidak terjadi selama tahun-tahun reproduksi karena rahim tersebut dilindungi oleh asam vagina dan sekresi lendir dan dilindungi juga oleh leher rahim. Melahirkan atau keguguran, atau prosedur bedah intra-uterine atau menggunakan alat sisipan kontrasepsi berhubungan erat dengan peningkatan risiko infeksi pada rahim.
Hal lain yang menyebabkan gangguan pada rahim adalaha kurangnya progresterone pada setengah siklus haid yang menyebabkan pendarahan intermenstrual atau menorrhagia (haid berat).
Tumor jinak pada otot dinding rahim, disebut fibroids, terjadi di sekitar 25% dari perempuan. Tumor itu biasanya banyak dan dapat bervariasi dari ukuran cukup kecil hingga 10 cm atau lebih dalam diameter, namun seringkali asimptomatik. Gejala yang paling umum adalah menorrhagia, yang terjadi saat permukaan daerah endometrial sangat meningkat dengan kehadiran beberapa fibroids besar. Fibroids juga mencegah rahim untuk melakukan penghentian pendarahan pada saat haid. Bila fibroids menonjol ke dalam rongga rahim, dapat meningkatkan tingkat keguguran. Fibroids dapat dihilangkan dengan melakukan operasi.
Kanker Endometrial adalah penyebab ketiga kanker yang paling umum yang berhubungan dengan ginekologi. Kanker ini biasanya muncul pada perempuan setelah usia 55 tahun. Pendarahan biasanya merupakan gejala awal dan pendarahan pada vagina ini bukan karena kondisi postmenopausal, sehingga harus dengan teliti melakukan analisanya. Kanker rahim yang menyebar pada lokasi rahim itu lebih dahulu sebelum menyebar (metastasizes) ke organ yang lebih jauh. Hal ini dapat disembuhkan dengan melakukan operasi dan radioterapi atau dengan kemoterapi jika sudah menyebar ke luar rahim.
Mari kita lihat penyebab kedidaksuburan pada perempuan, yang dapat terjadi karena berbagai bentuk penyebab. Salah satu penyebab dan yang menjadi dasar utama terjadinya ketidaksuburan pada perempuan adalah karena faktor umur. Mengenai dampak umur dalam kesuburan wanita sudah dibahas cukup luas di tulisan sebelumnya.
Namun, penyebab langsung ketidaksuburan perempuan dibedakan dalam empat kategori utama, yaitu:
  • Gangguan kromosom (Chromosomal disorders)
  • Penyebab lainnya / tak diterangkan (idiopathic)
Grafik dibawah ini menunjukkan persentase insiden penyebab ketidaksuburan
Penyebab ketidaksuburan yang disebut dalam grafik di atas akan dibahas satu persatu dalam posting yang berbeda.
Gangguan Ovulatory
Ovulasi (Ovulation) adalah proses dalam siklus haid dimana terjadi pecahnya kantung dari sel telur yang sudah matang dan melepaskan telur itu (juga dikenal sebagai oocyte) untuk selanjutnya masuk ke dalam sistem reproduksi.
Kegagalan ovulasi adalah satu-satunya penyebab yang paling umum terjadinya ketidaksuburan pada perempuan. Lebih dari 40% dari perempuan yang infertile memiliki masalah ovulasi. Siklus ovarian yang normal sangatlah kompleks, hanya dengan sedikit penyimpangan maka akan mengganggu siklus dan mencegah terjadinya ovulasi. Namun, dengan penanganan modern ada kesempatan yang sangat baik bahwa kehamilan nantinya akan tercapai pada perempuan.
Sebelum mempertimbangkan alasan disfungsi atau kegagalan ovulasi, maka sangatlah penting untuk meninjau fisiologi dari siklus ovarian biasa.
Siklus normal ada di bawah kendali hormon kelenjar di bawah otak, FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (luteinising hormone). Yang keluarnya ini sangat dipengaruhi oleh hormon GnRH (gonadotropin-releasing hormone) dari hypothalamus, dan dengan bersikulasi nya tingkat oestrogen dan progesterone.
Berikut adalah tahapan utama dari siklus ovarian :
Gangguan Ovulatory paling sering disebabkan oleh kekurangan dalam salah satu pengendali hormon. Namun, masalah juga bisa timbul jika ovaries itu sendiri resistant terhadap hormon pada level normal. Selain itu, tidak ada nya sel telur, sel telur yang rusak serta sel telur yang tidak sempurna juga akan mencegah terjadinya ovulasi.
Persoalan gangguan Ovulatory sangat luas dan kompleks, sehingga dibagi-bagi menjadi beberapa area, yaitu:
* WHO Classification of Ovulatory Disorders
* Clinical features of Ovulatory Disorders
* Possible underlying causes of Ovulatory Disorders
* Irregularities in the Menstrual Cycle (Penyimpangan dalam siklus mentruasi)
* PCOD (Polycystic Ovary Disease)
* Inadequate Luteal Phase (Kurangnya tahap Luteal)
* Prolactin Disorders (Gangguan Prolaktin)